Dia biasa disapa Pelangi oleh orang di sekitarnya. Dia tinggal bersama Kakek, Nenek, dan pengasuhnya. Ibunya wafat sejak ia berumur tiga tahun karena kecelakaan tragis. Ayahnya kerja di Jerman dan pulang hanya setahun sekali. Dia menjalani home schooling di rumahnya. Tak seperti gadis seusianya yang bersekolah di sekolah pada umumnya. Pelangi tak memilki teman, ia sangat susah akrab dengan orang yang baru ia temui. Dia memilih menyendiri daripada bergaul bersama teman-teman sebayanya yang ada di sekitar rumahnya. Itulah sebabnya ia selalu menyendiri di tepi danau.Seorang gadis berketurunan Indo Jerman sedang duduk sendiri di tepi danau. Dia sedang memainkan kuas dengan warna pastel kesukaannya di atas kanvas. Sesekali dia membenarkan rambutnya yang tertiup nakal oleh angin. Gadis itu bernama Pelangi Claretta Jasmin. Dia memiliki tubuh yang tinggi dan kurus, rambutnya berwarna hitam kecokelatan, hidungnya kecil tapi mancung, dan bola matanya berwarna cokelat. Parasnya begitu cantik, banyak lelaki yang terkesima melihatnya, namun sampai saat ini, tak satu pun yang bisa mencuri hatinya.
Diam-diam ada seorang lelaki yang selalu melihatnya dari kejauhan, memerhatikan dari balik pohon besar yang ada di dekat danau. Laki-laki itu sudah sejak lama selalu memerhatikan Pelangi, tetapi Pelangi tidak menyadari kalau ia memiliki pemuja rahasia. Seperti biasa, seusai home schooling Pelangi pergi ke tempat kesukaannya di tepi danau dan membawa peralatan lukisnya. Dia diantar oleh Bi Asih, pengasuhnya. Setiap ke danau memang Pelangi selalu diantar dan dijemput oleh Bi Asih. Hari itu, ia mengenakan kemeja lengan pendek dan rok rempel tidak lupa ia memakai syal berwarna pink yang membuatnya semakin cantik. Di danau sudah ada laki-laki itu menunggu. Mungkin laki-laki itu terkesima melihat Pelangi tapi tidak punya nyali untuk bisa berkenalan dengan Pelangi.
Ketika Pelangi sedang sibuk melukis, hujan tiba-tiba turun. Meskipun ia sudah berpayung rambut basah ia tetap di tempatnya. Tidak ada reaksi untuk berpindah tempat, ia hanya membereskan alat lukisnya. Dia tetap duduk sendiri, seakan-akan menikmati setiap tetes hujan yang membahasahinya. Lelaki yang diam-diam memerhatikannya, dengan sigap menghampiri Pelangi berusaha menyuruh Pelangi untuk berteduh.
“Kamu kenapa tinggal diam di sini? Ayo cari tempat bereteduh!”
“Nggak ah, aku mau di sini. Nggak mau kemana-mana. Kamu siapa sih? Tiba-tiba datang dan sok perhatian. Emang kamu kenal aku gitu?” Pelangi menjawab dengan nada keheranan.
“Kamu kenapa tinggal diam di sini? Ayo cari tempat bereteduh!”
“Nggak ah, aku mau di sini. Nggak mau kemana-mana. Kamu siapa sih? Tiba-tiba datang dan sok perhatian. Emang kamu kenal aku gitu?” Pelangi menjawab dengan nada keheranan.
Dia baru sadar ternyata ada seseorang di sampingnya setelah lelaki itu berbicara.
“Tadi aku duduk di balik pohon besar itu, waktu aku mau berteduh, aku melihatmu sedang hujan-hujanan, aku mau ajak kamu berteduh.” Sambil berbicara dengan Pelangi, lelaki itu merasakan sesuatu yang berbeda, ada sesuatu yang meluap-luap di hatinya yang tidak bisa ia deskripsikan. Dia tidak menyangka bisa sedekat ini dengan Pelangi.
“Oh, memang aku suka sama hujan, tapi hujan yang kayak gini, hujan rintik-rintik, rasanya aku ingin terus di bawah hujan, memejamkan mata, merasakan tiap tetes air yang membahasahiku. Kalau hujan deras ditambah petir, malah sebaliknya, takutnya pake banget.”
“Tadi aku duduk di balik pohon besar itu, waktu aku mau berteduh, aku melihatmu sedang hujan-hujanan, aku mau ajak kamu berteduh.” Sambil berbicara dengan Pelangi, lelaki itu merasakan sesuatu yang berbeda, ada sesuatu yang meluap-luap di hatinya yang tidak bisa ia deskripsikan. Dia tidak menyangka bisa sedekat ini dengan Pelangi.
“Oh, memang aku suka sama hujan, tapi hujan yang kayak gini, hujan rintik-rintik, rasanya aku ingin terus di bawah hujan, memejamkan mata, merasakan tiap tetes air yang membahasahiku. Kalau hujan deras ditambah petir, malah sebaliknya, takutnya pake banget.”
“Ya udah, kalau gitu, kita berteduh sekarang yuk, aku dan kamu semakin basah nih.”
“Nggak, nggak mau. Aku mau tetap di sini, siapa tahu, ketika hujan reda, pelangi akan melengkungkan senyuman di langit. Dari tadi kita berbicara tanpa diawali perkenalan. Kamu siapa? Aku Pelangi.” Pelangi mengulurkan tangannya disertai senyumnya.
“Karena nama kamu Pelangi jadi suka sama pelangi? Namaku Arsyil.”
“Mungkin takdirnya sudah seperti itu kali yah. Hehehe.” Jawab pelangi disertai tawa kecil yang semakin membuat Arsyil terkesima.
“Nggak, nggak mau. Aku mau tetap di sini, siapa tahu, ketika hujan reda, pelangi akan melengkungkan senyuman di langit. Dari tadi kita berbicara tanpa diawali perkenalan. Kamu siapa? Aku Pelangi.” Pelangi mengulurkan tangannya disertai senyumnya.
“Karena nama kamu Pelangi jadi suka sama pelangi? Namaku Arsyil.”
“Mungkin takdirnya sudah seperti itu kali yah. Hehehe.” Jawab pelangi disertai tawa kecil yang semakin membuat Arsyil terkesima.
Mereka pun saling bertukar cerita diselingi dengan candaan-candaan ringan tak lupa pula saling bertukar id Line. Tak disangka, setelah hujan, muncullah pelangi yang membuat Pelangi tak ingin lepaskan tatapannya ke langit dan perasaannya berubah warna seperti pelangi di kala itu. Baru kali ini ia melihat pelangi bersama seseorang, biasanya ia sendiri. Kali ini ia bersama sosok laki-laki yang tingginya jauh lebih tinggi darinya. Ketika sedang asyik melihat pelangi, Bi Asih datang menjemput Pelangi. Dengan sangat terpaksa Pelangi harus pulang dan meninggalkan Arsyil di tepi danau.
Sebelum tidur, Pelangi chatting dengan Arsyil disertai pikirannya dikelilingi dengan pertanyaan-pertanyaan yang ia tujukan kepada dirinya sendiri. Kenapa ia tidak seperti biasanya, bisa nyaman dengan orang yang ia temui? Sebenarnya ia tidak seperti itu. Kenapa ada rasa nyaman ketika bersama Arsyil? Padahal hanya orang-orang terdekatnya saja yang bisa membuat ia nyaman. Ada percakapan sederhana dalam chattingnya dengan Arsyil yang membuat senyum Pelangi mengembang sebelum ia memejamkan matanya. Setelah kejadian itu mereka sering bertemu dan semakin dekat. Kini bukan Bi Asih yang mengantar dan menjemput Pelangi, sudah ada Arsyil yang selalu menemaninya. Tiap siang seusai home schooling Arsyil sudah menunggu di teras rumah Pelangi. Arsyil sudah hafal betul kapan waktunya ia menjemput dan mengantar pulang Pelangi.
Suatu hari Pelangi sedang sakit, dan meminta agar Arsyil tidak menjemputnya dan pada saat yang bersamaan mereka marahan entah apa penyebabnya. Mereka lost contact, tidak ada pesan singkat mau pun chat Line yang membuat senyum Pelangi mengembang ketika jam tidur menjelang. Semuanya bersifat dingin dan membuat suasana nyaman yang mereka ciptakan menjadi beku. Mereka hanya saling gengsi untuk memulai, hanya saling menunggu untuk dihubungi duluan padahal mereka saling butuh dan saling mencemaskan satu sama lain. Begitu pun dengan perasaaan mereka berdua, saling memendam tanpa ada pengakuan dan kepastian. Padahal mereka merasakan sesuatu yang sama. Kenyamanan yang tercipta sejak kejadian waktu hujan itu membuat mereka saling sayang dan cinta, membuat mereka tak ingin jauh satu sama lain. Mereka hanya saling menunggu.
Pelangi memang memiliki penyakit Leukimia yang kapan saja bisa membuatnya down da ia tidak menceritakannya kepada Arsyil, ia takut kalau misalnya Arsyil mengetahuinya, Arsyil menjauhinya. Leukemia yang bersarang di tubuh Pelangi semakin jahat membuat kondisinya melemah dan ia dilarikan ke rumah sakit tanpa sepengetahuan Arsyil. Sudah tiga hari Pelangi dirawat dan Arsyil tak kunjung menghubungi Pelangi padahal di saat kondisi seperti ini, Pelangi berharap ada Arsyil yang selalu ada di sampingnya.
Pada hari keempat Pelangi di rumah sakit, kondisinya tak menunjukkan perubahan yang membaik. Dia malah masuk ke ruang ICU. Handphone Pelangi pun berdering, nama Arsyil muncul di layarnya. Namun saat itu, Pelangi tidak bisa menjawab panggilan Arsyil, jadi Nenek yang menjawabnya. Tidak ada percakapan panjang antar Nenek dan Arsyil di telepon. Setelah mendengar kabar dari Nenek, Arsyil sangat kaget dan terpukul mengetahui keadaan Pelangi. Tanpa pikir panjang ia langsung mengambil jaket lalu mengarahkan motornya ke rumah sakit tempat Pelangi dirawat.
Di rumah sakit, Arsyil disambut dengan muka sedih Kakek dan Nenek Pelangi, meskipun mereka berusaha menutupinya dengan senyuman. Kini Arsyil sudah berdiri di samping tempat tidur Pelangi. Pelangi terbangun, merasakan kehadiran Arsyil. Pelangi masih bisa berkomunikasi namun suaranya sangat kecil dan agak terbata-bata.
“Kamu? Kenapa ada di sini? Kenapa kamu bisa tahu? Aku kira kamu sudah tak memikirkan aku lagi.”
“Jujur, hari ini rinduku memuncak. Aku tidak tahu harus bagimana lagi. Aku meneleponmu dan Nenek yang menjawabnya, Nenek memberitahuku kalau kamu sedang dirawat di rumah sakit. Hari-hariku sepi tanpa celotehanmu. Jangan pikir ketika aku marah kayak gini, aku berhenti untuk memikirkanmu? Itu salah, kamu selalu ada di sini Pelangi” Arsyil meraih tangan Pelangi dan meletakkannya di atas dadanya.
“Kamu? Kenapa ada di sini? Kenapa kamu bisa tahu? Aku kira kamu sudah tak memikirkan aku lagi.”
“Jujur, hari ini rinduku memuncak. Aku tidak tahu harus bagimana lagi. Aku meneleponmu dan Nenek yang menjawabnya, Nenek memberitahuku kalau kamu sedang dirawat di rumah sakit. Hari-hariku sepi tanpa celotehanmu. Jangan pikir ketika aku marah kayak gini, aku berhenti untuk memikirkanmu? Itu salah, kamu selalu ada di sini Pelangi” Arsyil meraih tangan Pelangi dan meletakkannya di atas dadanya.
“Apa kamu bilang? Rindu? Aku selalu ada di hatimu?” Pelangi bingung namun ada perasaan senang karena apa yang ia rasakan, dirasakan pula oleh Arsyil.
“Iya Pelangi, setelah kejadian itu, aku merasa ada sesuatu yang berbeda, kamu membuatku mengerti cinta, sayang, dan rindu. Aku merasa kalau aku selalu ingin bersamamu. Aku menyayangimu. Selama kita dekat, kenapa kamu tidak pernah cerita tentang penyakitmu?”
Pelangi terdiam, air matanya pun jatuh membasahi bantal. “Dengan waktu yang sesingkat ini kamu sudah berkata yang seperti itu? Aku.. aku menyembunyikannya karena aku takut, nanti kalau kamu tahu, kamu menjauhiku.”
“Iya Pelangi, setelah kejadian itu, aku merasa ada sesuatu yang berbeda, kamu membuatku mengerti cinta, sayang, dan rindu. Aku merasa kalau aku selalu ingin bersamamu. Aku menyayangimu. Selama kita dekat, kenapa kamu tidak pernah cerita tentang penyakitmu?”
Pelangi terdiam, air matanya pun jatuh membasahi bantal. “Dengan waktu yang sesingkat ini kamu sudah berkata yang seperti itu? Aku.. aku menyembunyikannya karena aku takut, nanti kalau kamu tahu, kamu menjauhiku.”
Arsyil menghapus air mata yang ada di pipi Pelangi dan berkata, “Pelangi, apapun kondisimu, aku tidak akan meninggalkanmu, bahkan aku akan menjagamu.”
“Aku juga tidak mau jauh dari kamu. Perasaan kita sama, aku menyayangimu. Tapi apa kamu tidak takut? Penyakit yang ada di tubuhku ini bisa kapan saja membawaku ke pangkuan Tuhan.” Air mata Pelangi semakin deras.
“Aku tidak takut kok. Tenanglah sayang, jangan berkata seperti itu, itu juga membuatku semakin sedih. Aku selalu ada di sini, di samping kamu. Udah, jangan nangis lagi yah. Wajah kamu tidak cantik lagi karena kena air mata. Ini kan sudah malam, sudah waktunya kamu beristirahat.”
“Iyah, janji yah. Kamu pulang aja dulu, besok pagi kamu ke sini, ada Kakek dan Nenek kok yang nungguin aku.”
Berhubung jam besuk rumah sakit telah selesai, Arsyil pamit dengan Kakek dan Nenek Pelangi. Arsyil pulang dengan perasaan sedih karena harus meninggalkan Pelangi dan berjanji besok ia akan kembali.
“Aku juga tidak mau jauh dari kamu. Perasaan kita sama, aku menyayangimu. Tapi apa kamu tidak takut? Penyakit yang ada di tubuhku ini bisa kapan saja membawaku ke pangkuan Tuhan.” Air mata Pelangi semakin deras.
“Aku tidak takut kok. Tenanglah sayang, jangan berkata seperti itu, itu juga membuatku semakin sedih. Aku selalu ada di sini, di samping kamu. Udah, jangan nangis lagi yah. Wajah kamu tidak cantik lagi karena kena air mata. Ini kan sudah malam, sudah waktunya kamu beristirahat.”
“Iyah, janji yah. Kamu pulang aja dulu, besok pagi kamu ke sini, ada Kakek dan Nenek kok yang nungguin aku.”
Berhubung jam besuk rumah sakit telah selesai, Arsyil pamit dengan Kakek dan Nenek Pelangi. Arsyil pulang dengan perasaan sedih karena harus meninggalkan Pelangi dan berjanji besok ia akan kembali.
Pagi harinya, Arsyil kembali ke rumah sakit. Ia terkejut, karena ia melihat keadaan genting di sana. Kakek dan Nenek Pelangi sudah panik, dokter dan suster sedang berusaha menyadarkan Pelangi. Tapi usaha dokter tak membuahkan hasil, takdir berkata lain, Pelangi menghela napas terakhirnya. Arsyil merasakan kepedihan yang sangat dalam. Mengapa orang yang baru ia cintai begitu cepat diambil oleh Tuhan. Apa dia yang terlambat mengutarakan perasaannya, karena termakan oleh gengsi? Dia baru saja merasakan kebersamaan lalu seketika diganti dengan kehilangan. Cinta datang terlambat. Selepas kepergian Pelangi ia sesekali duduk di tepi danau, tempat kesukaan mereka berdua, mengenang segalanya menunggu hujan turun dan menikmati pelangi setelah hujan.
Cerpen Karangan: Nur Fauziah Rahman
Sign up here with your email

ConversionConversion EmoticonEmoticon