
Pagi itu suasana sekolah begitu asri dengan sinar matahari yang mulai menyinari muka bumi ini secara perlahan, jajaran-jajaran gedung yang berdiri kokoh menambah elok keindahan kota ini. Setiap pagi, aku menjadi sorotan mata-mata yang berkeliaran tajam menatapku dengan senyuman menggoda seolah-olah aku ikan asin yang siap diterkam oleh kucing-kucing liar. Aku memang menjadi primadona seantero sekolahan, banyak lawan jenis yang mencoba mendekatiku namun sikapku acuh tak acuh menanggapinya. “ah… Laki-laki model seperti itu pasaran bagiku.”
Dengan rok SMA pendek, baju ngepas badan dan rambut terurai panjang dihiasi dengan bando ungu kesayanganku, aku berjalan tanpa beban walau teman laki-lakiku menggodaku. Namun ada salah satu yang membuat perhatianku tertuju padanya. Juna dia adalah laki-laki pendiam di sekolahan dan dia pula satu-satunya laki-laki yang tidak pernah melirikku apalagi menggodaku. Hati ini penasaran ingin mengenal sosok Juna. Tanpa ku sadari aku selalu memperhatikannya, sikap dan tingkahnya membuat hati ini penasaran setengah mati terhadapnya. Setiap pagi dia menjadi pengunjung setia perpustakaan, hobinya duduk di kursi taman sekolahan sambil fokus membaca buku yang begitu tebal, dan tidak ku lihat ia bergabung dengan teman-temannya.
Bagiku hal itu sangat membosankan ditemani buku yang tidak terdapat gambar sedikit pun tebalnya pun berinci-inci dengan suasana hening menyendiri ah bagiku itu adalah waktu yang tidak bermakna. Berbeda sekali dengan diriku yang hobinya bercerita sana-sini, senang keramaian dan tidak ingin ketinggalan gosip tapi sikap Juna yang aneh bagiku membuat aku merasa ingin mengenal Juna lebih jauh lagi.
Di sore hari di waktu istirahat sebelum jam pulang berbunyi dia selalu setia melantunkan indahnya ayat-ayat suci alqur’an yang membuat hati pendengar bergetar.
“ya Allah adakah kesempatan untukku untuk dapat mengenalnya lebih jauh lagi.” Bergema dalam hatiku miris.
“ya Allah adakah kesempatan untukku untuk dapat mengenalnya lebih jauh lagi.” Bergema dalam hatiku miris.
Hari itu bagaikan mimpi bagiku tugas menjelang ramadhan aku satu kelompok dengannya. Sungguh bahagia hati ini dapat mengenal Juna lebih dekat lagi. Awal ramadhan aku merencanakan baksos bersamanya. Hari-hari yang ku lewati sungguh bermakna dan penuh kedamaian dalam hati ini. Tak pernah ku lihat dia memandangiku, pandangannya selalu dia alihkan seolah-olah dia tidak peduli padaku. Entah mengapa apa yang membuat dia begitu dingin terhadapku.
Di hari ulang tahunku, Juna memberikan kado berbentuk kotak sedang mungil dan lucu tak ketinggalan sederhana dibandingkan kado dari teman-temanku yang lain berukuran besar-besar dengan hiasan yang terlihat mewah. Berpuluh-puluh kado dari teman-temanku baik itu teman dekatku, saudara bahkan fans-fansku yang memuja-mujaku di sekolah hanya kado dari Junalah yang ku spesialkan. Kado sederhana itu ternyata sebuah jilbab putih dan sehelai surat yang bertintakan merah. Surat itu berisi tulisan yang singkat padat dan jelas namun menggetarkan hatiku seakan hatiku tersayat-sayat silet dan tanpa ku sadari meneteskan air mata. “Dara, berjilbablah pasti lebih cantik dan anggun, dan kecantikanmu akan terlihat sempurna di mata Allah dan orang lain.” Tak lupa simbol senyum manis dari Juna.
Tak ku sadari air mataku semakin mengalir deras dan kini ku tahu kenapa Juna bersikap acuh padaku bahkan tak sudi memandangku. Hati ini miris pilu entah apa yang kini aku rasakan malukah, sedihkah atau marahkah semuanya bercampur padu menjadi satu. Aku pun merenung dan ku simpan baik-baik jilbab pemberian Juna. “ya Allah, mungkinkah ini sebersit pertanyaan yang selalu ada di hatiku? Dia menginginkanku memakai jilbab dan mungkinkah ini pula yang dapat meluluhkan hatinya padaku, mungkinkah ini pula hikmah ramadhan kali ini untukku.” Aku bercermin sambil menatap diriku sendiri, aku malu pada Allah. Jeritan dalam hatiku lirih.
Setelah lima hari aku merenung di rumah, akhirnya ku putuskan memakai jilbab dan merombak busana seragam sekolahku. Di depan cermin aku tersenyum-senyum ternyata benar apa yang dikatakan Juna berjilbab tidak menutup kecantikan seorang perempuan bahkan lebih cantik, aku mulai merasa bangga pada penampilanku sekarang dan aku ingin Juna orang pertama melihat perubahannku. Bergegas ku sekolah, banyak orang-orang rumah termangu melihatku, Mama dan Papa tak percaya pada perubahanku bahkan mereka sudah cemas karena aku selama ini tidak ke luar kamar dan tidak pergi ke sekolah tiba-tiba aku ke luar kamar dengan perubahan yang drastis membuat keluargaku tak percaya.
Bahkan saat kakiku sampai di sekolah teman-temanku menatap kaget dan heran seorang Dara berjilbab. Hari itu aku menjadi tranding topik di sekolah dan menjadi buah bibir teman-temanku dan guru-guru. Ada sebagian yang mencibirku dan ada sebagian pula yang mendukung perubahanku. Tapi aku tak hiraukan mereka bagiku Junalah yang menjadi inspirasiku menjadi wanita muslimah yang baik. Dengan senyum semangat dan rasa percaya diri hanya satu tujuanku saat ini ingin menghampiri Juna. Namun tak nampak ku lihat Juna di kelas. Aku pun bergegas menuju taman, tak ku lihat jua seorang Juna bahkan ku cari ke masjid dan perpustakaan tak ku temukan sedikit pun jejak Juna.
Gelisah hati mulai mengusik jiwaku ternyata ku dengar Juna sakit sudah 2 hari yang lalu dan dirawat di rumah sakit karena kecelakaan motor. Tetesan air mata ini mengalir begitu saja tak bisa ku bendung lagi. Tanpa pikir panjang aku langsung menghampiri Juna yang sedang terbaring di rumah sakit aku pun tak menghiraukan sekolahku hari itu. Saat tiba di rumah sakit dan ku berdiri di pintu kamar Juna ku lihat Juna sedang dikelilingi sanak keluarganya dengan diiringi lantunan ayat alqur’an dan tangisan-tangisan sendu dari keluarganya. Dengan langkah ragu aku menghampirinya ku lihat Juna yang tersenyum manis menatapku dan tetesan air mata mengalir di kelopak matanya.
Hati ini teriris pedih bagaikan disayat-sayat melihat Juna. Tergeletak tak berdaya, dengan puasnya ku menangis di depannnya dan ku ucapkan padanya. “Juna aku berjilbab.” Dan hanya ucapan Juna yang selalu terngiang-ngiang seumur hidupku, “Dara kamu cantik dengan jilbabmu, terima kasih Dara.” Juna tersenyum manis dan menghembuskan napas terakhirnya tanpa ku sempat ucapkan aku sayang padanya.
Sign up here with your email
ConversionConversion EmoticonEmoticon