Lolos moderasi pada: 27 December 2015
“kamu Ibu hukum, bersihin gudang sana”
“busyet, gudang itu kan udah lama nggak dijajah, Ibu yang bener aja” gumamku hanya berani dalam hati.
“ya Bu” jawabku.
“Santi, Ibu harap ini hukuman kamu yang terakhir jangan manjat-manjat pohon lagi, kamu itu wanita bukan laki-laki!”
“ya Bu, maafin Santi gak akan manjat lagi” jawabku sambil ngeloyor ambil kunci gudang.
“busyet, gudang itu kan udah lama nggak dijajah, Ibu yang bener aja” gumamku hanya berani dalam hati.
“ya Bu” jawabku.
“Santi, Ibu harap ini hukuman kamu yang terakhir jangan manjat-manjat pohon lagi, kamu itu wanita bukan laki-laki!”
“ya Bu, maafin Santi gak akan manjat lagi” jawabku sambil ngeloyor ambil kunci gudang.
“Ibu mah kalau ngasih hukuman yang bermanfaat kenapa masa anaknya disuruh bersihin gudang gak bermanfaat banget. Di gudang kan nggak akan ada tamu. Biarin aja berantakan hufffh..” pikirku sambil dengan malas-malasan mulai menyapu gudang yang banyak debu. Sekalian ku bersihkan jaring-jaring sosial laba-laba yang setia nangkring di dinding gudang. Ku tata semua barang-barang gudang dengan cekatan. Dan melihat bayangan kakiku di bawah “spring bed” yang sudah gak kepake.
Ku longok kan kepalaku kebawah. “Aaaaa!!” aku terjerit kaget, “apaan tuh?” Ku lihat sekali lagi ternyata itu adalah sebuah cermin gede yang terselip, ku ambil dan ku sapu debu yang menempel. “Wah masih bagus, lumayan buat ngaca di kamarku” pikirku girang. Setelah kelar bersihin gudang, ku bawa cermin itu ke kamarku diam-diam.
Esoknya sebelum berangkat sekolah aku dandan di depan cermin yang aku temukan di gudang kemarin. Samar-samar ku lihat bayangan berambut panjang dari cermin. Aku balik badan ke belakang nggak ada siapa-siapa, mungkin halusinasiku aja. Pikirku. Pulang sekolah ku lepas rok abu-abu dan semua perlengkapan sekolah dari tubuhku. Ya, aku sekolah di salah satu SMA di SUMBAR baru kelas II. Sebelum ngambil wudu buat salat zuhur aku lihat bayangan diriku dicermin. Ku buka bibirku 2 centi ke kanan dan 2 centi kekiri -senyum.
“manis kok, tapi kenapa temen laki-laki di sekolahku sering ngeledek panggil-panggil aku abang Santi, mungkin karena aku orangnya agak kasar kali ya. Tahu ah mungkin mata mereka aja yang suekk.” bela salah satu otak kananku. Dari arah cermin ku lihat bayang-bayang wanita berambut panjang sedang menatap ke arahku dengan mata merahnya. Bulu romaku berdiri. Cepat-cepat ku longok dan melihat penampakan seperti di cermin itu nyata. Dia melihatku sinis, ku kucek mataku tapi bayangan itu malah makin jelas menuju ke arahku.
“siapa kamu?!”
“tidak perlu tahu siapa aku, yang jelas kamu harus mati!”
Aku takut sekali, ingin berteriak tapi yang ke luar desisan, ku coba berlari tapi kakiku seperti lumpuh.
“Apa salahku, kenapa kau mau membunuhku?” tanyaku dalam hati.
“karena kau telah memindahkan cermin itu, aku tinggal di sana, kamu menggangguku dengan bercermin di sana”
“tidak perlu tahu siapa aku, yang jelas kamu harus mati!”
Aku takut sekali, ingin berteriak tapi yang ke luar desisan, ku coba berlari tapi kakiku seperti lumpuh.
“Apa salahku, kenapa kau mau membunuhku?” tanyaku dalam hati.
“karena kau telah memindahkan cermin itu, aku tinggal di sana, kamu menggangguku dengan bercermin di sana”
Dia perlahan mendekat, di tangannya sebuah pisau berkilat muncul. Pisau itu mengeluarkan darah segar tapi lama-lama darahnya berubah warna menjadi hitam pekat dan mengeluarkan bau amis. Wanita itu perlahan berubah menjadi seperti mayat hidup yang baunya busuk. Giginya tajam dan dari hidungnya yang tak beraturan ke luar belatung hidup sebesar telunjuk menyembur ke arahku. Aku jijik sekali, dia makin dekat.
Aku gemetaran, bagaimana tidak, seumur hidupku baru pertama sengeri ini. Ujung pisaunya hampir menusuk leherku. Kemudian ingatanku normal, mulutku komat-kamit membaca ayat kursi dan ayat yang lainnya yang hafal di kepalaku. Dia kesakitan tapi belum juga pergi. Aku seperti mendapat kesadaranku lagi dan aku berlari meraih vas bunga ku lempar padanya tapi malah nembus. Ku ambil vas satu lagi dan ku lemparkan ke cermin.
Bruaakk!!!
Pecahan kaca berserakan bersamaan dengan hilangnya wanita menakutkan tadi. Pecahan kaca mengenai kakiku, dan berdarah. Aku berteriak sekencang-kencangnya memanggil keluargaku.
“Toloongg!!!” sambil menahan sakit, mendadak semua menjadi gelap, aku pingsan.
“Toloongg!!!” sambil menahan sakit, mendadak semua menjadi gelap, aku pingsan.
The End
Cerpen Karangan: Ena
Facebook: Ernha Whattss Iqra Syakirai’qomah
Facebook: Ernha Whattss Iqra Syakirai’qomah
Sign up here with your email
ConversionConversion EmoticonEmoticon