Lolos moderasi pada: 28 June 2015
Halo, namaku Hanny Krissan Natalya. Tapi, panggil aku Hanny saja ya, Aku bersekolah di SMPN 9. Aku mempunyai 2 orang kakak. Yang tertua bernama Hana Rossa Natasha. Dia adalah sosok kakak yang sangat baik dan cantik. Kak Hana merupakan Mahasiswi di Universitas Indonesia atau disebut juga UI di jurusan kedokteran. Kakakku yang kedua bernama Reivan Ridder Alkafary. Nama Ridder berasal dari bahasa Denmark yang berarti Ksatria. Namun, bukan hanya namanya yang keren. Kak Reivan juga bersikap seperti Ksatria bagiku.
Suatu hari, aku dan Kak Reivan pulang dengan berjalan kaki. Di perjalanan aku melihat sebuah Boneka eletronik Miku Hatsune. Ukh, seketika itu juga aku ingin membelinya. Habisnya, aku seorang penggemar Vocaloid. Aku segera melihat harga boneka itu, yang terpampang di kaca jendela toko itu. Dan harganya… Rp 50.000.- aku langsung kecewa. Mana mungkin aku mempunyai uang sebesar itu. Hhh, lebih baik aku relakan saja deh! Ternyata, kak Reivan tahu aku sangat menginginkan boneka itu, tapi tak mampu beli. Ia hanya tersenyum prihatin sambil menepuk-nepuk punggungku, dan mengajakku untuk segera pulang.
Keesokkan harinya, aku sedang tertidur pulas di ranjangku. Sayup-sayup, aku mendengar suara. “kak, sepertinya Hanny masih tidur.” itu kan suara kak Reivan? Sedang apa dia bersama kak Hana di depan kamarku? “ya sudah, kau taruh saja di meja belajarnya.” Suara kak Hana menyahut. Sebenarnya ada apa sih? Karena mataku masih terasa berat, aku tak bereaksi, dan melanjutkan tidurku.
Setelah mataku sudah mulai mau membuka kelopaknya, aku segera melihat ke arah meja belajarku. Tampak sebuah bingkisan berwarna Hijau tosca sudah ada disana. Karena penasaran, aku segera membuka bingkisan itu. Ternyata, isinya merupakan boneka Miku Hatsune yang sangat ku idam-idamkan! Tampak, ada sebuah tombol berwarna merah di puncak kepala boneka tersebut. Ku tekan tombol tersebut. Dan, boneka tersebut mulai menari di tempat, sambil menceritakan sebuah cerita dengan suara imutnya. Dia bercerita tentang bintang yang selalu bersinar, karena ada seseorang yang sangat menyayangi saudara mereka yang telah tiada. Saudara yang telah tiada itulah yang menjadi bintang kecil yang selalu bersinar. Bukan hanya di langit, tetapi di hatinya juga.
Setelah cerita itu selesai, boneka itu diam seperti semula. Aku terharu mendengarnya. Tiba-tiba, aku mendengar suara kaca pecah. Dengan terburu-buru, aku langsung berlari ke arah datangnya suara. Ternyata, ayahku pulang! Aneh, padahal sudah 5 tahun ia menelantarkan ku, dan kedua kakakku. Tampak matanya tajam melihatku, kak Hana dan kak Reivan bergantian. Tiba-tiba, ia mengeluarkan sembilah pisau. Kuedarkan pandanganku ke sekeliling. Tampak banyak orang yang sudah berkumpuk di rumahku dengan tatapan prihatin.
Ada apa sebenarnya ini?! “yah, ayah kenapa?” tanya ku sambil memberanikan diri untuk mendekat. Aku baru menyadari bahwa dia mabuk. Ayah mulai mengacungkan pisau itu padaku. “mad, janganlah kau tega membunuh anakmu sendiri.” seru bibi tetangga sebelah, bi Inah. “jangan ada yang bergerak! Atau, kubunuh kalian!” seru ayah keras sekali. Beliau mulai mendekati kak Hana yang di sekujur tubuhnya banyak luka lebam. Begitu juga kak Reivan. Tanpa ba-bi-bu lagi, ayah menikam kak Hana tepat di jantung. Melihat itu kak Reivan berseru padaku. “HANNY! LARI!” tapi, aku terlalu takut untuk melangkah. Tampak ayah menikam pundak kak Reivan, dan beralih kepadaku. Untungnya, sebelum ayah melukaiku, datang polisi. Ternyata, ada seorang tetanggaku yang memanggil polisi. Tanpa banyak perlawanan, ayah akhirnya ditangkap.
Ada apa sebenarnya ini?! “yah, ayah kenapa?” tanya ku sambil memberanikan diri untuk mendekat. Aku baru menyadari bahwa dia mabuk. Ayah mulai mengacungkan pisau itu padaku. “mad, janganlah kau tega membunuh anakmu sendiri.” seru bibi tetangga sebelah, bi Inah. “jangan ada yang bergerak! Atau, kubunuh kalian!” seru ayah keras sekali. Beliau mulai mendekati kak Hana yang di sekujur tubuhnya banyak luka lebam. Begitu juga kak Reivan. Tanpa ba-bi-bu lagi, ayah menikam kak Hana tepat di jantung. Melihat itu kak Reivan berseru padaku. “HANNY! LARI!” tapi, aku terlalu takut untuk melangkah. Tampak ayah menikam pundak kak Reivan, dan beralih kepadaku. Untungnya, sebelum ayah melukaiku, datang polisi. Ternyata, ada seorang tetanggaku yang memanggil polisi. Tanpa banyak perlawanan, ayah akhirnya ditangkap.
Belakangan diketahui, ayah menderita gangguan jiwa. Sekarang, tinggal satu masalah bagiku. “saudara Reivan tak akan bertahan jika tak ada donor darah yang bergolongan sama dengannya.” JGERR!! Serasa ada petir yang menyambar kepalaku. Kenyataan itu membuatku terjebak dalam dua pilihan. Pilihan pertama, merelakan kak Reivan, dan pilihan kedua, aku mendonoran darahku, tapi aku akan tertidur selama-lamanya.
Keputusanku sudah bulat. Aku akan mendonorkan darahku kepada kakak, meski nyawalah taruhannya. Kak Reivan, aku melakukan ini karena aku ingin menjadi bintang kecilmu kak. Aku ingin membalas jasa kakak yang sudah melindungiku sampai saat ini, bak seorang Ksatria. Selamat tinggal kakak!
Beberapa tahun kemudian, seorang Mahasiswa berdiri di depan sebuah batu nisan. Mata hitamnya memancarkan kesedihan, dan penyesalan. “hoi, Van! Ngapain kau disini?” tanya teman orang itu yang ternyata adalah Reivan. “menjenguk adekku.” jawab Reivan dingin. Tangannya memegang sebuah boneka elektronik Miku Hatsune yang masih terlihat baru. “ck, ck. Kamu sayang amat sama adekmu. Pasti adekmu manis. Kalau adekku, hiii! Nyebelin banget!” ujar orang itu. “dia memang manis, gadis termanis yang pernah ku lihat. Dia juga yang sudah menjadi bintang kecilku, Al.” jelas Reivan sambil mengenang Hanny. Orang itu, Aldi, melihat dengan jelas tatapan Reivan. Ia pun menghela nafas. “aku nggak ngerti.” katanya. Reivan hanya tersenyum simpul. “sudahlah, ayo balik. Perutku sudah mulai protes nih.” kata Reivan sambil pergi menjauh yang segera diikuti Aldi.
Tamat
Sign up here with your email
ConversionConversion EmoticonEmoticon