Natal Untuk Terakhir



                                


Tetes air hujan mengingatkanku pada bulan Desember tahun lalu. Membuka setiap kenangan pahit yang aku dan keluargaku rasakan. Sudah setahun berlalu namun aku masih terbayang wajahnya.
“hujan, aku sangat suka hujan. Bagaimana denganmu kak? apa kau juga menyukainya?” gadis mungil itu bertanya padaku dengan senyum manis di wajahnya. Aku hanya menjawab dengan tersenyum, memperhatikan setiap gerak-geriknya yang begitu menyukai hujan.
“Natal, ayo kita pulang. Kamu kan sudah berjanji pada Kakak hanya akan sebentar bermain hujan.” ucapku kepada gadis kecil itu, Natal, Adikku.
“sebentar lagi kak, aku tahu Kakak khawatir denganku tapi izinkanlah aku menikmati hujan ini.” ucap Natal dengan nada memelas.
Natal adalah gadis kecil berumur 7 tahun. Dia terlahir sebagai gadis penyuka hujan. Menurutnya hujan itu sangat menyenangkan, setiap tetes hujan mempunyai arti tersendiri untuknya. Sejam sudah aku dan Natal di sini bermain hujan. Ia terlihat tampak bahagia sekali. Namun tiba-tiba, tubuh Natal jatuh tersungkur begitu saja. Aku begitu kaget, ada apa dengan Adikku Natal? Aku mengangkatnya dan membawanya ke rumah sakit. Di tengah perjalanan, aku menelepon kedua orangtuaku dan memberitahukan kabar ini.
“Reza, bagaimana keadaan Adikmu? Apa keadaannya sudah membaik?” tanya Ibu sambil menangis kepadaku. Belum sempatku menjawab, Ayah sudah memarahiku habis-habisan.
“kan sudah Ayah bilang, jangan terlalu lama ajak Adikmu bermain hujan. Kamu kan tahu sendiri kondisi Adik kamu sedang lemah.” ucap Ayah dengan nada tingginya.
Tak lama kemudian Dokter ke luar. Kami menanyakan tentang kondisi Natal. Apakah dia baik-baik saja? Apa dia masih bisa terselamatkan.
“Maaf, kami sudah berusaha sedemikian rupa namun anak Bapak dan Ibu tidak bisa diselamatkan.” ucap dokter dengan wajah sedih. Ibu dan Ayah menangis sejadi-jadinya. Aku berusaha untuk menenangkan mereka, walau batinku juga tersakiti.
Aku berkata dalam hati, “maafkan aku Natal, hujan ini adalah hujan terakhir yang bisa kamu rasakan di bumi ini, hadiah Natal terakhirmu. Aku yakin, di surga nanti, kamu akan merasakan hujan-hujan yang lebih indah. Hujan yang begitu kau sukai. Selamat jalan Adikku, Natal.”
Proses pemakaman berjalan dengan baik. Tak banyak orang yang tahu bahwa Adikku Natal menderita penyakit kelainan jantung. Banyak orang kaget mengetahui bahwa Adikku sudah tiada.
“Reza, jangan melamun aja nak. Kamu pasti sedang memikirkan Adikmu. Adikmu sudah tenang di sana Reza, ikhlaskan kepergiannya ya nak.” ucap Ibu kepadaku.
Aku hanya menjawab dengan tersenyum. Ini adalah Natal pertama yang ku rayakan tanpa Natal Adikku, hadiah terindah yang Tuhan berikan untuk 7 tahun keindahan Natal.
Cerpen Karangan: Shella Emanuel
Previous
Next Post »