Jam Tangan Kenangan Dari Ibu

Cerpen Karangan: 
Lolos moderasi pada: 14 December 2015

                              

Di tepi jalan saat Ibu sedang berjalan, tiba-tiba saja Ibu dijambret oleh segerombolan preman. Ibu pulang dengan luka sayatan di tangannya, Ibu mengetuk pintu rumahnya.“Aku adalah Nia anak dari seorang wanita tua yang tinggal di gubuk kecil, aku sangat membenci hidupku, dan aku sangat membenci Ibuku, mengapa aku tak bisa seperti mereka dengan kebahagiaan dan segala keinginan yang terpenuhi. Waktu itu tepatnya waktu siang pukul 12.00 wib, Ibu memanggilku,”
“Nia, tolong belikan Ibu sebungkus nasi, nak”
“bu, Ibu kan punya kaki, masa Nia yang beli, Nia kan pengen tidur” Ibu pun tersenyum kecil lalu pergi melangkahi pintu ke luar rumah.
“nak, bukakan pintu nak,” lalu Nia pun membukakan pintu, bukannya sedih dan menolong Ibunya ia malah berkata, “mana bu nasi bungkusnya, aku udah lapar tapi kok gak ada dibeli sih?”
Lalu Ibunya pun berkata, “Ibu habis dirampok nak, uang Ibu habis dirampas dengan segerombolan preman, lihatlah luka sayatan ini nak, tolong ambilkan Ibu obat merah”
Nia marah bukan main, “alah, itu pasti alasan Ibu kan, udah gak becus jadi Ibu, malah minta bantuan lagi,” Nia pun pergi sambil membanting pintu kamarnya sekeras mungkin, Ibu pun mengunci pintu dan bergegas masuk kamar sambil menangis terisak-isak.
Lalu keesokan paginya, Ibu mengetuk pintu kamar Nia, Nia pun membukakan pintu, dia mendorong Ibunya hingga Ibunya terjatuh, perih luka goresan hati ini makin menjadi-jadi di hati Ibunya, lalu Nia pun berkata, “percuma kamu jadi Ibuku, kalaupun yang ku mau tak pernah kamu turuti!”
Ibu pun berkata, “Nia, maafkan Ibu jika Ibu belum menjadi Ibu yang baik untukmu nak, tapi Ibu sayang, sungguh sayang padamu, lebih dari apapun”
Nia pun meludahi Ibunya dan mengambil seember air dan menyiramnya ke Ibunya, “makan tuh kata sayang, dasar Ibu gak berguna!”
Malamnya… Ibu pun teringat 3 hari lagi ulang tahun anaknya Nia, dia pun semakin giat bekerja untuk dapat membelikan hadiah jam tangan, keesokan harinya dia pergi ke toko jam tangan, dia bertanya satu persatu hingga bertemulah dia pada seorang penjual yang baik hati, “berapakah, harga jam tangan ini?” ucap Ibu seraya menunjukan jam tangan berwarna merah muda itu.
Lalu penjual pun berkata, “150.000,” Ibu pun berkata. “baiklah, saya akan mencari yang lebih murah lagi”
Ibu pun pergi tapi langkahnya tertunda saat penjual itu memanggilnya, “maaf bu, sepertinya Ibu sangat memerlukan jam tangan ini, ini untuk Ibu” penjual itu memberinya, tapi Ibu menolak. “tidak, terima kasih saya tidak ingin merpotkan” Penjual itu pun berkata, “saya sangat tulus memberikan ini, hitung-hitung sebagai amal, tolong terimalah bu” Ibu pun tersenyum dan mengucapkan terima kasih dan segera membawa jam tangan itu untuk diberikan pada anaknya.
Hingga tibalah saatnya Ibu pun mengucapkan selamat ulang tahun kepada Nia, tapi Nia tak pernah tersenyum, tapi Ibunya tetap bahagia, dan Ibu tahu ini adalah hari terakhirnya di dunia ini, dia pun meninggalkan sepucuk surat dan kado berisikan jam tangan, Nia pun melihatnya dan membaca surat yang berisikan:
“Anakku, sekarang kamu telah dewasa, umurmu 25 tahun sudah nak, Ibu harap tanpa Ibu kamu akan merasa bahagia, dan Ibu rasa kamu sudah cukup dewasa untuk mencari nafkah sendiri, Ibu telah mendonorkan hati Ibu kepada yang lebih membutuhkan dan uangnya akan segera datang, dan Ibu harap kamu bisa mempergunakan uang itu untuk kebaikan dan untukmu membangun usahamu, selamat tinggal Nia, Ibu menyayangimu.”
Nia menangis tersedu-sedu menyesali perbuatannya, lalu dia membuka kado itu sambil menangis, dia pun menangis saat melihat Ibunya telah memberikannya kado berisi jam tangan yang indah, lalu ia berkata, “oh Ibu, betapa bodohnya aku, tak menyayangi Ibu yang selama ini berjuang untuk hidupku” Nia pun berlari sampai-sampai ia terjatuh menuju rumah sakit itu, kakinya berdarah, lengannya menggenggam erat jam tangan dari sang Ibu. Sesampainya di rumah sakit, Nia sudah terlambat, Ibunya telah terbujur kaku di ruang operasi. Nia tertunduk lesu mengingat apa yang telah dia lakukan, sambil menangisi apa yang telah terjadi.
“Tiada gunanya kamu menangisi apa yang telah terjadi, karena sebelum itu kamu seharusnya sadar, betapa berharganya seorang Ibu, seperti apapun dia sekarang, dia tetap Ibu, Ibu yang telah melahirkanmu dan merawatmu dengan cinta dan kasih sayang.”
Tamat
Cerpen karangan: Elinise Via Triwina
Facebook: Via Triwina
Nama: Elinise Via Triwina
Panggilan: Wina
TTL: Palangkaraya,20 juli 2002
Sekolah: SMPN-1 Kahayan Tengah
Previous
Next Post »